Jumat, 28 November 2008

Teknologi Informasi

Sejarah perkembangan komputer berawal dari di kenalnya suatu alat hitung sederhana yang disebut sempoa (abacus). Selanjutnya, pada tahun 1917 Jhon Napier menemukan cara berhitung dengan menggunakan bael bujur sangkar yang terdiri dari 9x9 kolom yang masing – masing berisikan angka 1 sampai angka 9 yang dikenal dengan nama tulang – tulang Napier ( Napier’s Bone). Di tahun 1621 ditemukan slide rule yang merupakan arah maju pada alat hitung yang bersifat mekanis.

Pada tahun 1694, seorang matematikawan dan filsuf Jerman, Gottfred Wilhem von Leibniz memperbaiki Pascaline dengan membuat mesin yang dapat melakukan operasi perkalian dan pembagian. Alat ini dikenal dengan nama Leibnitz Calculation Machine.

Awal mula komputer yang sebenarnya dibentuk oleh seseorang profesor matematika Inggris, Charles Babbage. Babbage membuat mesin diferensial yang digunakan untuk melakukan perhitungan persamaan diferensial. Dengan menggunakan tenaga uap, mesin tersebut dapat menyimpan program dan dapat melakukan kalkulasi serta mencetak hasilnya secara otomatis. Setelah sepuluh tahun menggunakan mesin difernsial, Babbage membuat komputer gnerasi purpose yang pertama, disebut Analytical Engine. Analytical Engine merupakan alat komputasi pertama yang menggunakan kartu yang dilubangi untuk menyimpan data.

Herman Hollerith pada tahun 1890 dari Biro Sensus Amerika berhasil menciptakan mesin punched card counting yang menggunakan punch card sebagai media datanya. Penemuan punch card ini merupakan penemuan yang gemilang dalam sejarah komputer, sehingga Herman Hollerith dijuluki bapak komputer modern.

Di tahun 1944 Howard Aiken dari Harvad University yang bekerja sama dengan International Bussines Machine (IBM), berhasil membuat sebuah mesin komputer yang mampu melaksanakan serentetan operasi aritmatika secara otomatis. Mesin ini dinamakan Mark I dan dapat dikatakan sebagai komputer pertama yang diciptakan manusia.

sumber: wikipedia.com

Rambut Berkilau (Rambut sehat bercahaya, lembut, teratur dan bebas kusut)

Lakukan:
-Sebulan sekali: Kunjungilah hairstylist di salon untuk memotong ujung rambut anda. Apalagi yang memiliki rambut kering dan bercabang. Tanya pada ahlinya perawatan jenis apa untuk kondisi rambut anda.
-Seminggu sekali: Manjakan mahkota anda dengan masker rambut,perlakukan rambut selayaknya merawat kulit anda.
-Setiap hari: Gunakan shampoo yang sesuai dengan rambut anda, untuk rambut yang diwarnai, gunakan shampoo khusus untuk menambah nutrisi rambut. Agar rambut terbebas dari kusut gunakan leave on cream/lotion pada rambut sehabis keramas

sumber:http://infodanlifestyle.blogspot.com/2008/08/secantik-bintang-iklan.html

Vitamin D kurangi resiko TBC


Baru-baru ini seorang ilmuwan dari Royal Melbourne Hospital, Australia. Katharine Gibney, mempublikasikan hasil penelitiannya.Isinya menyatakan bahwa seseorang yang mengalami kekurangan vitamin D beresiko lebih tinggi mengidap tuberkulosis (TBC, dibanding mereka yang tidak kekurangan.

Katherine bersama beberapa ilmuwan meneliti 375 orang responden, yang terdiri dari warga Afrika Sub Sahara yang sedang berobat dirumah sakit-rumah sakit di Melbourne,Australia sepanjang tahun 2003 hingga 2006. Ternyata, dari penelitian itu, 78% pengidap tuberkulosis mengalami kekurangan vitamin D di dalam tubuh memicu peningkatan infeksi primer bakteri Mycobacterium tuberculosis,penyebab tuberkulosis.


Untuk itu, peneliti menyarankan setiap orang untuk memenuhi kecukupan asupan vitamin D,Apalagi muncul kekhawatiran baru kembali merebaknya wabah TBC di berbagai belahan penjuru dunia. Asupan vitamin D bisa diperoleh dari telur, hati,ikan,susu dan margarin (yang diperkaya dengan vitamin D) dan suplemen vitamin D yang dijual bebas.

sumber:http://infodanlifestyle.blogspot.com/

Mengungkap Fenomena Kawin Usia Muda Jangan Salahkan Remaja yang “Salah Bergaul”

SEORANG mahasiwa PTS di Denpasar, sebut saja namanya Patra. Di tengah masa kuliahnya yang belum rampung, Patra menghamili kekasihnya yang berstatus teman sekampusnya. Tak ada alasan menolak memperistri pacarnya yang telanjur berbadan dua.

Patra mengaku mustahil melarikan tanggung jawabnya. Ia memutuskan menikahi pacarnya yang tengah menghamili darah dagingnya. Namun, saat resmi berstatus pasutri, keduanya memilih lebih mencurahkan perhatian pada si buah hati. Studi di kampus distop untuk sementara waktu. Keduanya berencana baru melanjutkan lagi menuntut ilmu di bangku perguruan tinggi kelak setelah anaknya lahir.
Rencana tersebut berjalan mulus. Buah hati yang sehat telah meramaikan suasana kehidupan keluarga kecil ini. Namun, Patra dan istrinya tak bisa senantiasa berada di sisi sang jabang bayi. Keduanya harus segera kembali masuk kampus.
“Saat masuk kuliah lagi, buah hati kami diasuh orangtua saya,” aku Patra.
Menariknya, Patra dan istrinya tak merasa terbebani dengan pengalaman pranikah karena kehamilan tak diinginkan (KTD) tersebut. Mereka tetap bergaul seperti biasa dengan lingkungan sekitarnya. Namun, masalahnya justru terletak pada porsi tanggung jawab sebagai suami dan istri yang memiliki seorang anak. Keduanya nyaris tak merasa memiliki beban tanggung jawab sebagai telah memiliki sebuah keluarga kecil. Walhasil keributan sebagai pasutri sering meletup tanpa ada beban tanggung jawab, dan sering terjadi. Beruntung konflik Patra dan istrinya masih sering mampu didamaikan orangtua mereka.
Pengalaman Patra sekeluarga itu nyaris serupa dengan apa yang dialami seorang mahasiswi lain di Denpasar, sebut saja namanya Indah. Saat masih berstatus mahasiswi, Indah telanjur berhubungan terlalu jauh dengan pacarnya. Indah pun hamil di luar nikah. Namun, nasib baik masih berpihak padanya. Sang kekasih mau bertanggung jawab. Indah bersedia dinikahinya.
Saat menjadi ibu muda, Indah memutuskan berhenti kuliah. Tanggung jawab mengurus anak di rumah jauh lebih besar. Indah relah meninggalkan bangku kuliah.
Suaminya yang berstatus mahasiswa pula terpaksa angkat kaki dari dunia kampus. Kepala rumah tangga ini harus menafkahi keluarga kecilnya. Ia memutuskan mencari pekerjaan.
Namun, masalah ekonomi keluarga belakangan acap mengundang cekcok pasutri ini. Sumber nafkah keluarga yang minim membuat keributan nyaris tak terelakkan. Celakanya, konflik ini malah berlangsung berkepanjangan. “Buntutnya kami ingin bercerai,” aku Indah. Lagi-lagi seperti pengalaman Patra tadi, mimpi buruk keluarga muda ini bisa dihalau. Kedua orangtua mereka menjadi penengah yang baik. Pasutri muda ini hidup rukun lagi.

Pergeseran Persepsi
Pengalaman perkawinan di usia muda tersebut menyisakan catatan merisaukan bagi pengamat sosial, Dokter Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si. Dua kisah keluarga muda yang belum rampung studinya di perguruan tinggi tersebut dinilainya mengungkap salah satu sisi fenomena sosial, terutama seputar perkawinan usia muda yang diasumsikan terkait dengan adanya pergeseran persepsi tentang makna pergaulan di kalangan anak muda usia. Hal itu pun disebutkannya hendak menjelaskan tren sikap individualistik serta lemahnya pengawasan di kalangan orangtua
Terhadap anak di era belakangan ini. “Pergeseran persepsi, sikap individualistik, dan pengawasan orangtua seperti ini menjadi sumber masalah yang mengancam keselamatan sebuah keluarga pasangan muda usia,” kata mahasiswa S3 Program Pascasarjana Unud, ini.
Peran orangtua menjadi perhatian utama Dokter Mita —panggilan akrab istri dari Komang Budiarta, S.E, ini. Orangtua harus menempatkan diri bukan semata untuk memenuhi kebutuhan anaknya belaka. Fungsi orangtua sebagai teman tak kalah pentingnyanya bagi anak. Interaksi intensif antara orangtua dan anak harus berjalan sebaik-baiknya. “Orangtua haris mengahayati fungsi mereka seperti ini,” desak alumnus fakultas kedokteran Unud, ini.
Pendidikan seks kembali disinggungnya. Alumnus S2 Program Kajian Budaya Pascasarjana Unud, ini menilai pentingnya pendidikan seks dalam keluarga. Jelasnya, itu berupa pengetahuan seputar kesehatan reproduksi yang mesti diketahui anak sejak dini sesuai kadar usianya.
“Pengetahuan seks dalam keluarga bukan lagi hal tabu,” tegasnya.
Yang jelas, tanggung jawab menyelamatkan generasi muda dari “perilaku menyimpang” bukan hanya urusan orangtua saja. Ini merupakan tanggung jawab semua komponen negara. “Penanganannya pun harus menyeluruh,” tegasnya.
Namun, peran keluarga tetap utama. Pendidikan budi pekerti dan moral agama berada mulanya dari keluarga. Kedua hal ini harus mendapat perhatian lebih banyak oleh orangtua.
Kontrol masyarakat dan peran sekolah tak kalah penting. Pihak sekolah harus yang mengenalkan pendidikan seks kepada anak didik. Caranya, pengetahuan ini diselipkan pada materi pelajaran tertentu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Peran pemerintah sebagai pemegang kebijakan juga tak kalah penting. “Sekarang kan banyak anak muda kalau masuk hotel, bebas asal mau bayar di muka. Banyak hotel yang dapat disewa per jam. Itu kan sudah melemahkan kontrol kita pada anak,” khawatir Dokter Mita.
Maraknya perkawinan usia muda dinilai lebih disebabkan pergaulan bebas anak muda. Zaman sekarang jarang ada anak muda yang mau dijodohkan orangtuanya dalam menentukan pasangan hidup berkeluarga. “Kalau pun toh akhirnya mereka menikah, itu karena rasa cinta,” nilainya.
Lemahnya kontrol masyarakat pun bisa mendorong mencuatnya kasus pergaulan bebas. Tapi, masyarakat diminta jangan buru-buru menyalahkan remaja yang telanjur “salah bergaul.”


Kematangan Berkeluarga
Jenjang perkawinan bukan sebuah kehidupan main-main. Kesiapan membentuk sebuah keluarga kecil amatlah penting. Kesiapan ini berupa kematangan psikis, fisik, dan emosional. Berbekal kematangan ini kelak pasutri diyakini akan dapat mengelola rumah tangganya dengan bijaksana.
Salah satu ukuran kematangan usia pasutri tersebut disorot Dokter Mita dari sisi umur. Calon pasutri dianggap matang bila telah memasuki usia 25 tahun ke atas. “Di usia ini mereka dianggap sudah melewati masa remaja akhir,” jelas staf pengajar di PPs Unud, ini.
Perkawinan usia muda sebenarnya bukan hanya masalah konflik keluarga. Masalah kesehatan reproduksi pun biasanya muncul dalam berbagi keluhan. “Mereka kan belum cukup dibekali pengetahuan menjaga kesehatan alat reproduksi, bagaimana mengasuh dan mendidik anak,” jelasnya.
Pola pikir mereka pun umumnya masih dangkal. Dari segi ekonomi, bagaimana pasangan muda harus berjuang mencari nafkah. Padahal, ada di antara mereka yang mungkin belum menamatkan pendidikan. Belum lagi dilihat tingginya tingkat persaingan dalam mencari pekerjaan, kurangnya kesabaran dan atau belum matang secara emosional.
Akhirnya jelas cenderung berupa konflik dalam perkawinan usia muda. Repotnya, cara menyelesaikan konflik rumah tangganya cenderung masih bersifat kekanak-kanakan. “Jadinya, ribut melulu,” katanya. —ast


sumber:http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=832

Rabu, 19 November 2008

Fenomena sex bebas dikalangan remaja,what do u think?

waaah...ngedenger aja syerem banget kayaknya
but..ini tentang kita,dunia remaja yg bakal sekali kita lewati,haruskah diganjal dengan masalah pergaulan bebas???
How about our future...?bukankah jalan kita masih panjang?
apa yang telah kita lakukan untuk keluarga,bangsa dan negara?
belum apa2 kan...
So..plz...bagi teman2 yg nyimak artikel ini...c'mon...open ur mind...berpikir rasional dalam setiap tindakan kita,selalu pikir untung rugi di belakng....
dan tak lupa,keep praying...belajar dan berjuang keras untuk menggapai cita2...DEAL???

otre deh...sex bebas gak perlu dibikin fenomena, asal kita bisa menyikapi dengan bijak

ok deee segitu ajah..byeeee

Welcome to my world....

Namaku Ketut Trisna Parama Kartika, aku biasa dipanggil trisna.
Saat ini aku sekolah di SMPN 1 Denpasar. Aku 4 bersaudara, all of them are girls, fantastis bukan??? aku lagi coba ngeblog nih,tapi gak ada ide...sooo...aq nulis there is something about trisna..
oke deh...segitu aja yaaa..tuk..tuk..tuk...mesti jongkok di wc dulu nih biar ketemu ide yang bagus...

seeee yaaa...